Rapuhnya Tiang Penyangga Pendidikan

Hari ini kita berada di zaman  yang mungkin 10 atau 20 tahun yang lalu tidak pernah terlintas dibenak kita. Terjadinya fitnah dan Kemerosotan akhlak hampir menjangkiti semua lini kehidupan tak terkecuali di bidang pendidikan. Pendidikan hari ini hampir tak terlihat kemana arahnya. Pendidikan kita telah kehilangan ruh dan rasa empati terhadap sesama. Mata dan hati ini rasanya hancur melihat video siswa menendangn seorang nenek sampai jatuh, atau seorang siswa digebukin siswa lainnya di dalam kelas.

 

Ini bukan kejadian baru, Sejak dulu, bullying di lembaga pendidikan atau lingkungan sepermainan sudah biasa terjadi. Siapapun bisa jadi korbannya. Meski masalah ini terus berulang dengan macam-macam bentuknya masih banyak orang tua dan guru yang belum menemukan solusi untuk meminimalisir masalah besar ini atau mungkin ada guru yang belum menjadikan bullying sebagai masalah besar.

 

Umumnya, masalah besar bagi orangtua dan guru adalah ketika anak tidak dapat nilai tinggi, tidak menang lomba atau tidak ikut trend terbaru.

 

Lalu, generasi yang bagaimana yang mau kita harapkan untuk membangun bangsa ini?

 

Menurut hemat penulis, ada beberapa faktor penyebab rapuhnya tiang penyangga pendidikan karakter seorang anak atau dengan kata lain, jika diaspek ini melemah maka bisa dipastikan sebuah bangunan pendidikan itu akan rapuh.

 

  1. Minimnya pengetahuan Agama Orangtua

Kita semua sepakat bahwa orangtua adalah madrasah pertama bagi anak, orangtua adalah pendidik pertama dan utama bagi anak. Banyak orangtua tidak menyadari akan hal ini, mereka beranggapan dengan menyekolahkan anak di pondok pesantren atau di lembaga-lembaga pendidikan yang benafaskan islami tugas utama mereka sudah terwakilkan. Di sisi lain, banyak orangtua yang malas untuk mempelajari hal-hal yang dasar tentang agamnya. Mereka tidak mengenal apa itu Islam dan Iman, mereka tidak paham apa itu Tauhid dan Syirik dan banyak dari orangtua kering akan syirah Nabawiyah dan sahabah. Lalu dengan pengetahuan apa mereka akan mengajarkan anak-anaknya dirumah? Di tambah lagi dengan tuntutan hidup dan kesibukan orangtua dengan pekerjaan sehingga membuat waktu untuk belajar dan berinteraksi dengan anak sangat minim.

 

Sekolah terbaik bagi anak adalah keluarga,terutama untuk anak-anak sampai dengan usia sekolah dasar. Adalah sebuah ketidakmungkinan jika orangtua mengharapkan anak-anaknya berakhlaq baik sedangkan dirumah orangtuanya sering bertengkar, sering maraha-marah, sering berkata kasar atau mungkin cuek pada anak-anaknya. Dan juga menjadi sesuatu yang sulit terjadi jika mengharapkan anak-anaknyanya menjadi anak yang rajin sholat, mampu menghafal Al-Qur’an dengan baik, semangat dalam menuntut ilmu terutama ilmu agama jika orangtuanya cuek terhadapa agama, ayahnya malas sholat berjamaah di masjid, ibunya juga seringkali sholat tidak tepat waktu atau orangtuanya jarang berinteraksi dengan Al-Qur’an.

 

Salah satu rahasi kecil, para ulama dan orang bijak terdahulu jika mendapati anaknya berbuat kurang baik, berkata tidak jujur, sulit diatur. Maka mereka pertama akan menyalahkan diri mereka sendiri. Setiap kejadian yang kurang mengenakkan tentang buah hati, mereka langsung bermuhasabah, bukan menyalahkan si anak, bukan menyalahkan orang lain, bukan mengkambinghitamkan sekolah dan lingkungan walau secara keseluruhan ada juga faktor-faktor pemicu kenakalan anak-anak kita, namun faktor terbesar adalah kelalaian orangtuanya.

 

  1. Samarnya tujuan pendidikan

Lembaga pendidikan atau yayasan memiliki peran yang penting dalam membangun karakter dan akhlak seorang anak, terutama lembaga pendidikan yang berasaskan islam. Ketika seseorang atau yayasan membangun sekolah petama-tama yang harus ditanyakan adalah tujuannya. Apakah untuk profit? Apakah untuk bisnis atau yang lainnya? Karena tujuan akan menentukan semuanya. Tujuanlah yang mempengaruhi rekrutmen guru, tujuanlah yang mempengaruhi orangtua memasukkan anaknya di sekolah tertentu dan tujuanlah yang mempengaruhi metode dan pola asuh anak.

 

Ketika dirumah anak tidak memiliki kurikulum yang jelas dalam belajar maka peran lembaga pendidikan untuk menyusun kurikulum disekolah sangat berpengaruh terhadap tumbuh kembang karakter seorang anak. Ketika sebuah sekolah menyusun kurikulum pembelajaran  harus jelas tujuan dari pendidikan tersebut, apakah lebih condong kepada  hal-hal yang mengarah ke kehidupan duniawi atau mengarah kepada kehidupan ukhrowi.  Ketika sekolah atau lembaga pendidikan sudah menentukan tujuan dari pendidikanya maka sekolah tersebut akan mendukung dan memfasilitasi semua hal untuk mencapai tujuan tersebut.

 

  1. Kurangnya perhatian terhadap Guru

Pendidikan bukanlah pabrik yang mencetak anak-anak kita agar sesuai dengan kebutuhan pasar yang cocok dijual, yang tak sesuai dibuang. Pendidikan bukan pula pekerjaan pematung yang memahat sebuah batu menjadi patung yang diinginkan. Anak kita bukan bahan baku industri. Anak kita juga bukan batu yang bisa dibentuk sesuka hati. Guru tidak bisa merubah kodrat anak, yang bisa ia lakukan hanya memupuk dan merawat kodrat itu agar berkembang menjadi keluarbiasaan diri yang unik dan bermanfaat. Tentu pendidikan kita menginginkan seorang pendidik yang bisa merangkul murid-muridnya. Mereka yang tidak membiarkan mereka berjalan kebingungan. Pendidikan kita butuh pendidik yang tidak sibuk dengan dunianya dan seabrek proyek pribadinya.

 

Aktivitas mendidik anak adalah bagian dari dakwah di jalan Allah dan merupakan proses panjang serta termasuk ibadah mulia karena kita mempersiapkan tabungan pahala yang  insyaAlah senantiasa mengalir kepada kita meski kita sudah berkalang tanah. Guru memiliki peran yang sangat penting dalam meningkatkan kualitas lembaga pendidikan, sebab lembaga pendidikan yang berkualitas tentu akan melahirkan banyak generasi penerus yang berkualitas pula. Pendidik yang tidak kompeten akan mempengaruhi kinerja sebuah lembaga pendidikan pun termasuk di dalamnya anak atau peserta didik itu sendiri.

 

Peran dan kualitas seorang guru di era modern ini sangat vital, terutama pembekalan guru tentang karakter dan akhlak. Guru harus dibekali bagaimana menumbuh kembangkan karakter dan akhlak yang baik kepada anak. guru harus memiliki bekal bagaimana mengajarkan iman dan ketaqwaan kepada anak, karena hanya dengan iman dan ketaqwaanlah yang akan menjadi pondasi penopang terbentuknya karakter dan kepribadian seoarang anak dimasa yang akan datang.

 

Namun, keluh kesah dan resah dari seoarang guru bukanlah nada yang samar untuk didengar, pekerjaan berat, komentar pahit wali murid, pekerjaan tambahan kepanitian sekolah tapi gaji hanya cukup untuk makan beberapa hari menjadi alunan nada yang sering terngiang ditelinga, imbasnya peran dan kualitas dalam mendidik tidak maksimal karena harus mencari asupan pengepul dapur tambahan agar tulang punggung bisa tetap tegak bertenaga.

 

Terhitung sampai hari ini, penulis sudah 6 tahun bergelut di dunia pendidikan. Ragam komentar dan keluhan seorang guru sudah bukan hal baru terdengar. Seorang guru yang awalnya kreatif setelah jadi PNS, sudah tidak kreatif lagi. Seorang guru yang inovatif tapi tidak mau mengambil peran penting karena kurangnya imbalan jasa adalah sederet pengalaman yang telah penulis lalui.

 

Kurangnya perhatian terhadap guru menjadi masalah yang cukup serius di negara kita. Coba kita melihat negara-negara yang memperhatikan kesejahteraan gurunya, maka akan berbanding lurus dengan kualitas pendidikan di negara tersebut. Urusan pendidikan anak adalah sesuatu yang besar maka sudah selayaknya lembaga pendidikan memperhatikan kesejahateraan guru-gurunya.

 

Itulah sederet opini yang menurut hemat penulis menjadi faktor utama minimnya kualitas pendidkan di negara kita. Meningkatkan kualitas pendidikan disebuah negara atau lembaga pendidikan juga berarti memperhatikan kualitas penunjang atau aspek terkait yang berkaitan dengan tumbuh kembang seorang anak.

 

Penulis : Ikram Piddin (Guru SDIT Insan Madani)

Bagikan

Share on facebook
Share on whatsapp
Share on telegram
Share on print

1 thought on “Rapuhnya Tiang Penyangga Pendidikan

  1. Semoga orang tua dan sekolah dapat bersinergi untuk menyiapkan generasi berkualitas.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *